SELAMAT DATANG DI BLOG INI. MOHON MA'AF BILA ADA YANG KURANG BERKENAN. SEMOGA ARTIKELNYA BERMANFAAT BAGI KITA SEMUA.
Banyak antropolog menggunakan pendekatan fenomenologi dalam studi mereka tentang pendidikan. Kerangka studi antropologisnya adalah konsep kebudayaan. Usaha untuk menguraikan kebudayaan atau aspek-aspek kebudayaan dinamakan etnografi. Walaupun diantara mereka kurang sependapat tentang definisi kebudayaan, mereka memandang kebudayaan sebagai kerangka teoretis dalam menjelaskan pekerjaan mereka.

Beberapa definisi membantu memperluas penelitian kita tentang bagaiaman hal itu mempertajam penelitian. Beberapa antropolog mendefinisikan kebudayaan sebagai pengetahuan yang diperoleh manusia dan digunakan untuk menafsirkan pengalaman dan memberikan perilaku (Spradley, 1908:5 dalam Bagdan dan Biklen:35). Untuk menggambarkan kebudayaan menurut perspektif ini, seorang peneliti mungkin dapat memikirkan sesuatu peristiwa menurut cara sebagai berikut: Sebaiknya etnografi mempertimbangkan perilaku manusia dengan jalan menguraikan apa yag diketahui mereka yang membolehkan mereka berperilaku secara baik sesuai dengan common sesnse dalam masyarakatnya. Peneliti dalam tradisi ini mengatakan bahwa etnografi berhasil jika mendidik pembaca bagaimana sebaiknya berprilaku dalam suatu latar kebudayaan, apakah itu di antara keluarga-keluarga masyarakat hitam, di kantor kepala sekolah, atau di kelas taman kanak-kanak.

Definisi lainnya tentang kebudayaan memberi tekanan pada semantik dan menganjurkan bahwa ada perbedaan antara mengetahui perilaku dan bahasa khas sekelompok orang dan yang dapat melakukannya sendiri. Menurut perspektif ini, kebudayaan tampaknya agak rumit dan berbeda penekanannya. Dalam hal ini, tekanannya pada interaksi antara kebudayaan dan pengertian yang diberikan orang terhadap peristiwa-peristiwa. Dengan demikian, orientasi fenomenologis di sini menjadi jelas.

Etnografi dikenal dengan “uraian tebal” (thick description). Yang ditemui etnograf jika menguji kebudayaan menurut perspektif ini ialah suatu seri penafsiran terhadap kehidupan, pengertian, “akal sehat” yang rumit dan sukar dipisahkan satu dari lainnya. Tujuan etnografi adalah mengalami bersama pengertian bahwa pemeran serta kebuadayaan memperhitungkan dan menggambarkan pengertian baru untuk pembaca dan orang luaran.

Konsep kebudayaan terakhir diambil dari Rosalie Wax (1971, dalam Bogdan dan Biklen:36). Wax mendiskusikan tugas etnografi dalam rangka pengertian. Pengertian bukanlah berupa “empati yang misterius” di antara orang-orang, melainkan suatu kenyataan dari “Pengertian yang dialami bersama” (shared meaning). Dengan demikian antropolog mulai dari luar,  baik secara harfiah dalam rangka penerimaan sosialnya maupun secara kiasan dalam rangka pengertian. Suatu penelitian etnografis tentang kelas taman kanak-kanak menguji bagaimana anak-anak yang memasuki sekolahnya menjadi orang dalam, yaitu bagaimana mereka mempelajari kebudayaan sekolahnya dan mengembangkan respons yang tepat terhadap gurunya dan harapan-harapan kelas.

Dalam kerangka kebudayaan, apapun definisi khususnya, kebudayaan merupakan alat organisatoris atau konseptual untuk menafsirkan data yang berarti dan yang memberi ciri pada etnografi. Prosedur etnografi, apakah sama atau identik dengan pengamatan-berperanserta, percaya akan adanya prbedaaan kosa-kata dan telah berkembang dalam kekhasan akademis yang berbeda. Sekarang ini peneliti telah menggunakan istilah etnografi untuk menunjuk pada setiap studi kualitatif, ada beberapa kenyataan yang menunjukkan bahwa sosiolog dan antropolog makin saling mendekat dalam hal melakukan penelitian dan orientasi teoretis yang mendasari pekerjaan mereka.Spradley (1980) sebagai antropolog terkenal menyatakan bahwa konsep kebudayaan sebagai pengetahuan yang dicapai mempunyai ciri umum yang sama dengan interaksi simbolik.